8:00 - 17:00

Our Opening Hours Mon. - Fri.

+6281 - 280675446

Phone and Whatsapp

Search

Legal Standing dan Hukum Lingkungan di Indonesia

legal standing

Lingkungan hidup merupakan elemen penting bagi kehidupan makhluk hidup yang harus dijaga kelestariannya. Apabila lingkungan hidup rusak atau tercemar tentu ada dampak yang dirasakan oleh makhluk hidup lainnya. Selain itu, pelaku pengrusakan lingkungan hidup harusnya dihukum agar merasakan efek jera dan tidak ingin mengulanginya lagi. Salah satu hal penting yang dapat digunakan untuk menggugat pelaku adalah legal standing. Berikut ini penjelasan lengkapnya.

 

Apa itu Legal Standing?

Secara harfiah legal standing diadopsi dari sistem hukum common law. Pengertian  secara sederhana disebut sebagai hak gugat atau kedudukan hukum untuk menggugat yang antara lain dikenal dalam hukum lingkungan hidup. Legal standing juga dikenal sebagai Ius Standi atau Standing to Sue atau Locus Standi.

Legal standing lahir karena adanya hubungan hukum alam atau hukum manusia antara sesama manusia dan manusia dengan alam. Pihak yang menjadi legal standing di muka pengadilan dapat berupa individu maupun sekelompok orang atau organisasi.

 

Alasan Legal Standing Dapat Dilakukan?

Legal Standing dapat dilakukan karena prinsip hukum lingkungan di Indonesia menganut konsep hak gugat konvensional. Dimana hak gugat konvensional berhubungan dengan hajat hidup masyarakat atau public interest law. Dalam hal ini seorang individu, sekelompok orang, maupun organisasi dapat bertindak sebagai pihak penggugat di muka pengadilan meskipun tidak memiliki kepentingan hukum secara langsung.

Pihak yang memegang legal standing bertindak atas dasar kepentingan masyarakat luas karena adanya pelanggaran hak-hak publik, seperti hak-hak sipil, hak lingkungan hidup, perlindungan konsumen, dan hak politik.

 

Persyaratan

Adapun persyaratan legal standing yang berkenaan dengan hukum lingkungan di Indonesia yakni:

  1. Adanya kerusakan lingkungan nyata yang dilakukan oleh pihak tertentu secara sengaja dan tidak sengaja;
  2. Pihak yang dirugikan adalah masyarakat yang hidup disekitar lingkungan yang mengalami kerusakan;
  3. Pihak yang dapat menjadi legal standing seperti dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH);
  4. Adanya hubungan sebab akibat;
  5. Putusan dari pengadilan diharapkan dapat memulihkan lingkungan atau minimal memberikan efek jera bagi pelaku pengrusakan.

 

Baca Juga: Perbedaan Konsultan Hukum, Advokat dan Penasihat Hukum

 

Dasar Hukum Legal Standing dalam Hukum Lingkungan Hidup

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dasar hukum pihak yang mengajukan legal standing sebagai berikut:

  • Hak gugat individual, dalam Pasal 84 ayat (1)
  • Hak gugat masyarakat berbentuk class action,  dalam Pasal 91
  • Hak gugat pemerintah, dalam Pasal 90
  • Hak gugat organisasi lingkungan, dalam Pasal 92
  • Hak gugat administrasi, dalam Pasal 93

Menyoal hak gugat organisasi lingkungan hidup atau LSM termuat dalam Pasal 92 ayat (1) terbatas. Artinya hanya LSM yang bergerak dibidang lingkungan hidup dapat menjadi legal standing di pengadilan. Lebih lanjut lagi pada Pasal 92 ayat (3) UU PPLH menyebutkan kriteria LSM yang memegang legal standing saat berperkara di pengadilan. Bunyi pasal tersebut antara lain:

“Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan :

  • Berbentuk badan hukum;
  • Menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
  • Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun”.

Contoh Kasus Legal Standing Lingkungan Hidup

Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengajukan gugatan legal standing atas kasus bencana alam di Bahorok, Sumatera Utara pada Agustus 2004. Adapun gugatan dilayangkan kepada sejumlah pihak, antara lain Presiden Megawati melalui Pengadilan Negeri  Medan.

Tergugat lain yang turut serta yakni Gubernur Sumatera Utara, Menteri Perhutanan, Yayasan Leuser Internasional, Balai Taman Nasional Gunung Leuser, dan Unit Manajemen Leuser.

Dalam gugatan legal standing WALHI menilai bahwa para tergugat bertanggung jawab atas bencana alam tersebut. Terutama para tergugat tidak berupaya mencegah terjadinya bencana yang membuat 167 orang tewas.

Adapun tuntutan yang diminta WALHI salah satunya meminta pengadilan untuk memerintahkan tergugat melakukan tindakan dengan cepat, seperti rehabilitasi lokasi bencana, pembersihan kayu yang terdapat pada bagian hulu sungai, dan kepada Gubernur Sumatera Utara untuk segera membangun jembatan.

 

Cara Mengajukan Legal Standing

Pengajuan gugatan legal standing harus dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada Ketua Pegadilan Negeri diwilayah hukum tergugat. Gugatan tersebut lalu daftarkan pada Kepaniteraan Perdata (PN) agar memperoleh nomor register perkara. Penggugat harus menyetor sejumlah uang perkara. Apabila gugatan legal standing diberikan kuasa kepada advokat atau seorang maka harus disertai dengan surat kuasa yang mewakili kepentingan Penggugat di muka Pengadilan.

Setelah gugatan terdaftar dan memperoleh nomor register perkara maka Pengadilan akan menentukan jadwal sidang dan memanggil para pihak.

Admin DSLA

No Comments

Leave a Comment