Sanksi terhadap Perbuatan Kartel di Indonesia
Setiap perusahaan memiliki kunci sukses menjalankan usahanya hingga berkembang dan dapat menggaji pegawai. Ada banyak cara untuk memperoleh sukses, mulai dari cara yang sesuai dengan aturan hukum maupun dengan cara-cara yang tidak sesuai hukum. Terhadap cara-cara yang tidak sesuai hukum sesungguhnya dapat terjadi karena pengetahuan yang terbatas tentang aturan hukum, maupun dengan sengaja untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Salah satu yang paling dapat terjadi di Indonesia adalah kartel. Ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia mengkualifikasikan kegiatan kartel merupakan aktivitas persaingan tidak sehat yang diatur dalam Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pelakunya pun juga dikenakan sanksi ganti rugi dengan nominal tidak sedikit. Supaya tidak makin penasaran, langsung saja simak ulasan berikut.
Apa Itu Kartel?
Definisi kartel dapat diadopsi dari Black’s Law Dictionary, yakni “A combination of producers or sellers that join together to control a product’s production or price. An association of firms with common interest, seeking to prevent extreme on unfair competition, allocate markets, or share knowledge”
Secara ilmu ekonomi yakni sekelompok produsen yang terjun dalam pasar independen dan bekerja sama dengan tujuan memperoleh keuntungan sekaligus mendominasi pasar. Kartel dapat berupa asosiasi dalam bidang bisnis sama dan aliansi para pesaing.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak menjelaskan definisi kartel secara rinci. Namun, dalam Pasal 11 undang-undang tersebut, tepatnya Bagian Kartel menegaskan “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.
Kartel Tergolong Delik Bisnis
Kartel dapat dikatakan sebagai salah satu perjanjian bisnis terlarang, meskipun dalam praktek perjanjian ini sulit dibuktikan karena cenderung tidak akan pernah dilakukan secara terang-terangan. Praktek ini ditimbul ketika kondisi pasar oligopoli yakni jumlah penjual sedikit dan jenis produk homogen. Jadi, eksistensi kartel berguna untuk mengatur harga produk dan membatasi ketersediaan barang yang beredar di pasaran.
Penggolongan kartel sebagai delik bisnis merujuk pada 5 prinsip utama delik persaingan usaha tidak sehat, antara lain:
- punishment fit the crime,
- principle of proportionality,
- legal ceilings and bankruptcy considerations,
- minimum fines,
- modeling legal antitrust principles.
Ciri khusus kartel sebagai delik bisnis (business crime) yakni memanfaatkan korporasi sebagai aktor utama tindak kejahatan tersebut. Tentunya korporasi tidak akan berjalan tanpa para pelaku usaha yang melibatkan lebih dari satu entitas bisnis.
Dampak kartel juga dirasakan langsung oleh masyarakat kecil secara menyeluruh. Dari sinilah disimpulkan terjadi pelanggaran norma hukum oleh perusahaan karena menyimpang dari fair competition.
Tidak jarang pula ditemui aktivitas kartel yang melibatkan Multi-National Corporation (MNC) dengan jaringan kerja pada beberapa negara. Alhasil timbulah kompleksitas hukuman bagi pelaku karena bersinggungan dengan prinsip territorial dan ekstra teritorial negara.
Di Indonesia sendiri, penanganan delik kartel berada dalam hukum persaingan usaha yang belum dilengkapi asas dan prinsip-prinsip khusus. Sehingga pelakunya dihukum berdasarkan kombinasi delik dalam persaingan usaha tidak sehat dan hukum pidana khusus.
Jenis-jenis Kartel
Berikut ini pengelompokan aktivitas kartel yang sering dilakukan perusahaan.
1. Kartel Harga
Aktivitas kartel menentukan harga jual minimum produknya yang dihasilkan oleh perkumpulan perusahaan. Jadi, tidak ada perusahaan menjual harga dibawah dari harga minimum yang telah disepakati.
2. Kartel Syarat
Aktivitas kartel dimana perusahaan-perusahaan menetapkan syarat-syarat tertentu. Biasanya berupa syarat standar kualitas produk, pengiriman barang, dan kemasan. Sehingga terbentuk keseragaman produk dan menghindari persaingan antara produsen.
Baca Juga : Cyberbullying dan Kasus Cyberbullying di Indonesia
3. Kartel Rayon
Aktivitas kartel terkait penetapan wilayah penjualan dan penetapan harga setiap daerah. Jadi, perusahaan yang tergabung dalam kesepakatan kartel tidak akan menjual produk ke daerah lainnya.
4. Kartel Produksi
Aktivitas kartel yang menyepakati jumlah maksimal barang produksi tiap perusahaan. Sehingga menghindari kelebihan produksi yang menyebabkan penurunan harga barang.
5. Kartel Pool
Aktivitas kartel dimana tiap perusahaan yang bergabung wajib mengumpulkan keuntungan dalam sebuah kas bersama. Selanjutnya, kas tersebut akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan pendahuluan.
6. Sindikat Penjualan
Aktivitas kartel dimana perusahaan anggota sejak awal sepakat menyerahkan barang hasil produksi kepada kantor penjualan pusat. Sehingga, timbul keseragaman harga penjualan dan tidak terjadi persaingan.
Kasus Kartel Mencuri Perhatian Publik
Sebelum putusan ini, KPPU juga pernah memeriksa dan memutus 2 Kasus Kartel yang menyedot perhatian publik, yaitu:
1. Kartel Penetapan Layanan Tarif SMS
Kasus kartel tarif short message service atau SMS terjadi sekitar tahun 2004 hingga 2008. Dimana melibatkan enam perusahaan seluler yakni PT Telkom, PT Telkomsel, PT Bakrie Telecom Tbk, PT Mobile-8 Telecom Tbk, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), dan PT Smart Telecom. Persekutuan kartel ini diketahui telah menyepakati tarif SMS seharga Rp 350/SMS. Setelah ditelusuri oleh KPPU, ternyata kerugian konsumen mencapai Rp 2,827 triliun. Akhirnya keenam operator seluler ini diberikan hukuman denda oleh KPPU.
2. Kartel Minyak Goreng Curah
Kasus kartel satu ini sempat menjadi perbincangan publik. Tepatnya bulan Mei 2010, KPPU menetapkan telah terjadi price parallelism pada harga minyak goreng curah dan kemasan. Dilaporkan ada 20 produsen minyak goreng terlibat selama perdagangan April-Desember 2008 tengah melakukan kartel harga.
Kerugian masyarakat sebagai konsumen ditafsir mencapai Rp 1,27 triliun pada produk minyak goreng kemasan dengan merek. Sementara, pada produk minyak goreng curah konsumen ditaksir merugi hingga Rp 374.3 miliar. Namun, akhirnya putusan KPPU dibatalkan setelah perkara dibawa ke Mahkamah Agung oleh 20 produsen terlapor tersebut.
Banyak pengusaha yang tersandung kasus kartel berdalih bahwa mereka berusaha menjaga stabilitas harga pasaran. Meskipun dibalik itu semua, perusahaan juga mengeruk keuntungan besar. Terutama perusahaan yang gencar membatasi stok produksi dan memasok produk, akhirnya terjadi kelangkaan barang. Seperti itulah ulasan mengenai kartel, jenis-jenis, hingga berbagai kasus yang pernah menghebohkan publik.